Iri deh kalau lihat orang yang bisa sekolah, kuliah, dan kerja sesuai dengan passionnya, bisa bergelut dan berkarier di bidang yang memang mereka cintai, yang memang mereka inginkan, yang memang menjadi hasrat mereka. Sayang, dulu saya terlalu polos (oh noooo....) dan terlalu pintar (????) untuk menyadari bahwa dunia jurnalistik adalah dunia yang menjadi impian saya, bidang di mana saya benar-benar ingin berdedikasi. Impian saya adalah menjadi wartawan/reporter sekaligus editor. Berburu berita, meliput peristiwa-peristiwa penting, mewawancarai orang-orang terkenal, public figur, dan berakhir dengan tulisan saya terpampang di surat kabar dan dibaca banyak orang. Selain itu saya juga pengen banget berkecimpung di penerbitan majalah, menjadi bagian dari tim redaksi, ikut serta dalam “penciptaan” tiap edisi majalah. Pokoknya semua yang berhubungan dengan penerbitan surat kabar, majalah,tabloid,dkk adalah hal yang saya suka. Ya, mungkin kala itu saya memang terlalu pintar bahkan terlalu jenius sampai-sampai untuk menyadari apa keiginan dan ambisi saya pun tidak mampu. Ckckck... Kejeniusan (baca:ketidakpintaran) saya sudah nampak sejak pemilihan jurusan di SMA. Sudah tau kapasitas otak dalam pelajaran eksak dipertanyakan,masih juga kekeuh memilih jurusan IPA hanya demi gengsi. Alhasil bolak-balik remidi matematika, biologi, kimia, dan fisika. Hal ini berlanjut ketika akan memilih jurusan untuk kuliah. Musim pendaftaran mahasiswa baru sudah tiba, brosur-brosur profil jurusan tiap-tiap universitas menumpuk di ruang BK, utusan dari beberapa universitas pun berpromosi di kelas-kelas. Dan tak sedikit di antara teman-teman yang sudah mulai mendaftar, lewat jalur beasiswa,PMDK, dll. Dan SAYA?? Saya masih belum tau mau ke mana saya nanti. Boro-boro milih universitas, punya gambaran jurusan apa yang mau diambil aja belum! Berhubung nggak tau mau lanjut ke mana, kala itu saya sempat mendaftar jurusan TI (helloo?? TI? Itu nggak gue bgt) gara-gara salah satu sahabat saya mendaftar disana. Yah meskipun diterima, tapi tidak jadi saya ambil, alasannya karena sahabat saya juga tidak jadi ambil TI. Ya, tidak perlu dikatakan, saya memang menyedihkan.....nggak punya pendirian :(. Dan di saat sedang galau + labil, orang tua saya menyarankan dengan sangat agar saya mendaftar jurusan PGSD ( Pendidikan Guru Sekolah Dasar ) saja. Saya sempat menolak keras, secara tidak pernah terlintas sedikitpun di benak saya untuk menjadi seorang guru, guru SD pula. Tapi berhubung waktu itu sedang galau + labil, ditambah lagi iming-iming adanya sertifikasi guru yang berarti ada tunjangan 1x gaji pokok, plus meledaknya jumlah guru SD yang pensiun di sekitar tahun 2011-2016, yangberarti akan ada pengangkatan PNS besar-besar an untuk guru SD, akhirnya saya luluh dan mengiyakan saran bapak ibu'. Dan jadilah saya kuliah di jurusan PGSD. Namun kegalauan saya tidakberhenti sampai disitu. Ketika uang registrasi termasuk uang sumbangan dan biaya semesteran lunas dibayar, dan juga sudah mengikuti kuliah selama beberapa bulan barulah saya sadar kalau BUKAN ini yang saya inginkan, bukan di sini (di PGSD) saya seharusnya berada. Semester awal masuk kuliah benar-benar menjadi masa yang sangat-sangat tidak gampang. Saya tahu, tidak hanya saya yang merasa demikian. Tahun pertama kuliah berarti lingkungan baru, teman baru, suasana baru yang mengharuskan kita untuk beradaptasi. Tapi bukan itu saja masalahnya. Masalah terbesar adalah saya sadar bahwa dunia jurnalistik adalah dunia yang benar-benar saya inginkan, bukannya menjadi guru SD. Bahkan di trimester pertama kuliah, sempat beberapa kali terpikir untuk cabut dari PGSD dan ikut seleksi mahasiswa baru lagi dengan Ilmu Komunikasi – Jurnalisme yang menjadi tujuan saya. Tapi rupanya saya terlalu pengecut untuk melakukan itu. Dan akhirnya saya bertahan di PGSD hingga sekarang. Yang menjadi pertanyaan : menyesalkah saya saat ini? Jawabannya adalah : TIDAK. Ya, mungkin di semester-semester awal saya sempat merutuki diri saya sendiri 'kenapa baru sadar sekarang? Coba sadarnya dari dulu...pasti tidak perlu terjebak di PGSD ini' Tapi itu dulu. Semua bermula dari tugas untuk observasi ke SD. Beberapa kali melakukan observasi, beberapa kali pula saya berinteraksi dengan siswa-siswa di sana, dan ternyata It's FUN....totally FUN..Dan juga sempat melatih beberapa siswa menari untuk dipentaskan sebagai tugas salah satu mata kuliah. Sangat menyenangkan bisa 'berteman' dengan mereka. Dan untuk pertama kalinya saya benar-benar merasa ingin menjadi bagian dari mereka. Saya ingin menjadi guru mereka. Menjadi guru anak-anak SD. Lalu bagaimana dengan mimpi saya menjadi wartawan/reporter, mewawancarai orang-orang penting, tulisan hasil liputan terpampang di media? Ya, meskipun tidak bisa menjadi wartawan sungguhan, paling tidak saya masih bisa meliput berita tentang saya dan lingkungan sekitar saya ( baca: via diary) ; meskipun tidak bisa mewawancarai public figur, orang-orang penting, tapi saya akan menjadi gurunya calon dokter, gurunya calon pilot, gurunya calon menteri, atau bahkan gurunya calon presiden (who knows?) tapi yang pasti bukan gurunya calon koruptor...:p Dan tentang impian saya, meski tidak bisa terwujud tapi bukan berarti lenyap begitu saja. Saya tetap punya kesempatan kok untuk menulis artikel di surat kabar/ majalah asal rajin nulis dan rajin mengirimnya ke berbagai media. Ehem,,, kalau boleh jujur, saya justru jadi bertanya-tanya benarkah jurnalistik adalah passion saya? Atau malah sebenarnya saya belum tahu apa passion saya sesungguhnya? Entahlah,,satu hal yang pasti,, yang dari dulu hingga kini tidak berubah, yaitu mimpi gila saya : punya penerbitan sendiri! Hahaha.... Last but not least saya ingin mengatakan : “saya bangga menjadi calon guru SD. I LOVE IT....and I LOVE writing too. ^^ Picture : didirusydi12.blogspot.com, http://kristopherdukes.com/, http://tiur-lullabies.blog.friendster.com/ |
Jumat, 14 Januari 2011
PASSION
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar